Kliksaya

Israel Pemenang Utama Perang Teluk

Adnan Ra'ouf

(Studi Lain Tentang Sejarah Paska Krisis Teluk)

Krisis Teluk menguak berbagai fakta dan membuka banyak wajah. Ia menyingkap kecongkakan banyak klaim dan mengakhiri banyak kebohongan yang dipercayai oleh orang Arab, atau mereka digiring untuk menerimanya sebagai tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang mulia. Krisis ini benar membuat bangsa Arab terperangah dari lapisan bawah hingga yang paling atas. Itu memberikan pukulan yang cukup berat yang banyak membuat mereka terbius hingga sekarang. Ini akan menolong mereka memahami realitas masa kini dan masa depan. Namun ini tidak menjadi sebuah kemungkinan kecuali alasan-alasan dan hasil-hasilnya benar-benar dieksplorasi secara seksama. Dan situasi mencekam dewasa ini dianalisa secara objektif tanpa pembumbuan atau penipuan serta ratapan atau raungan. Tugas ini menuntut untuk mencermarti masa lalu agar dapat memahami masa kini. Itu juga dapat menolong seseorang untuk mempersiapkan masa depan dan menghindarkan dirinya, masyarakatnya dari penderitaan dan musuh. Kunci semua ini terletak pada pengkajian ulang sejarah.

Saya senang untuk mengulangi pernyataan yang berbunyi : "Sejarah adalah buku yang dibaca hanya setelah kejadian suatu peristiwa." Sekarang ini waktu bagi kita untuk menulis beberapa lembar dari buku ini dengan harapan itu dapat menolong kita memahami apa yang terjadi, dan mungkin sebagai langkah antisipatif terhadap apa yang akan terjadi. Sejarah mengajarkan kepada kita tiga fakta signifikan :

  1. Hubungan internasional adalah hubungan kepentingan dan bukan cita-cita. Oleh sebab itu, mereka tidak peduli dengan suara hati manusia atau nilai-nilai etika.

  2. Hukum internasional mengatur hubungan antara negara-negara kuat dan meregulasi hubungan-hubungan dengan bangsa-bangsa lemah. Sesuai dengan hal tersebut, tidak ada yang mengatur hubungan antara si kuat dan si lemah.

  3. Fakta geografis punya pengaruh besar yang tidak dapat dihindari dalam pembentukan hubungan-hubungan dengan yang lain, tidak perduli jauh atau dekat. Geografi selalu ada dan relevan dalam sejarah.

Maka kita berikan satu contoh atau lebih dari masing-masing prinsip-prinsip fundamental yang di atas yang dapat memberikan kita pemahaman masa kini dan mungkin dapat memberi beberapa jejak dalam menapaki masa depan.

1- Hubungan Kepentingan :

Tidak perduli dengan klaim nilai dan cita-cita, hubungan antara negara-negara –saya tegaskan istilah "Negara-negara" (States)"—selalu tidak berlandaskan pada sesuatu yang lain kecuali pada kepentingan. Kepentingan, tentu dapat berubah sejalan dengan roda waktu dan peristiwa. Ini artinya bahwa tidak ada permusuhan yang abadi atau persahabatan yang konstan dalam hubungan antara negara. Fakta ini menjelaskan aksi-aksi para pemimpin dan keputusan-keputusan para penguasa tidak perduli apakah itu keputusan-keputusan dan praktek-praktek tersebut ambisius. Itu dapat menguak justifikasi yang tidak benar; dapat menjelaskan basis-basis dan tujuan-tujuan dari aliansi temporer; menerangkan alasan-alasan pelanggaran-pelanggaran atas perjanjian, kesepakatan dan piagam-piagam. Dan membuktikan kesombongan keberpura-puraan nasional dan humanis.

Etika dan Nilai :
Contoh penipuan yang paling signifikan yang dilakukan oleh negara-negara kolonial terletak dalam korespondensi antara Sharif Hussein bin Ali dengan Sir Arthur McMahon, Komisi Tinggi Inggris di Mesir di saat Perang Dunia Pertama. Untuk mengatakan kebenaran, harus dikatakan bahwa McMahon tidak berjanji untuk memberikan kepada Sharif Hussein lebih banyak dari apa yang ia minta. McMahon berbicara tentang "mobilisasi bangsa Arab untuk mencapai tujuan mutual kita, bahwa mereka tidak mungkin untuk memberikan bantuan kepada musuh-musuh kita." Pada sisi lain, Sharif Hussein berbicara tentang Kerajaan Arab di Peninsula yang akan mencakup "provinsi-provinsi Syria, Basra, Baghdad dan lain-lain." Namun, belakangan terkuak bahwa Inggris telah mempraktekkan kebijakan standar-ganda. Hal itu jelas dalam fakta-fakta yang dipublikasikan oleh Pemerintahan Golshevik setelah revolusi 1917.

Menurut fakta tersebut bahwa Pemerintah Inggris—sementara berkorespondensi dengan Sherif Hussein—terlibat dalam negosiasi dengan sekutunya, Prancis yang selesai pada tanggal 16 Mei 1916 dengan memorandum Sykes-Picot yang membagi Emperium Ottoman –termasuk provinsi Syria, Basra, Baghdad dan lain-lain. Dan hal ini terkuak setelah perang usai. Penipuan ini mencapai titik kulminasinya dengan dikeluarkannya Deklarasi Balfour yang dibuat oleh Lord Rothchild, salah seorang pimpinan Zionis pada masa itu. Efek dari deklarasi ini, Inggris menganggap "pendirian Negara Yahudi di Palestina" adalah sesuatu yag harus disambut dengan penuh simpati. Tanpa harus menyebutkan sebagian besar malapetaka yang diderita oleh bangsa Arab sejak tahun 1920 hingga sekarang adalah hasil dari trik tripartite (tiga pihak) ini.

2- Hukum Internasional :

Persoalan utama yang dihadapi oleh undang-undang internasional sejak masa Croshoise (lahir pada tahun 1583) adalah aspek implementasinya. Hukum internasional—sebagaimana hukum ciptaan manusia lainnya—membutuhkan kekuatan yang dapat menunjang penegakan hukum tersebut. Hal ini seperti cara yang dipraktekkan oleh pemerintah dengan hukum-hukum lokalnya. Sebagaimana hukum internasional sangat berhubungan erat dengan relasi-relasi antar negara-negara berdaulat, penegakan ketetapan-ketetapannya secara mengikat pada negara tertentu hanya akan melanggar kedaulatan negara tersebut. Bahkan Mahkamah Peradilan Internasional, yang telah didirikan di awal abad ini, tidak punya kekuatan penegakkan kecuali bila pihak-pihak yang bertikai sepakat sebelumnya untuk menerima fatwa mahkamah (pasal 36 dasar regulasi Mahkamah Internasional). Namun kemandulan ini ditujukan kepada Piagam PBB yang memberi kuasa kepada Dewan Keamanan untuk mempergunakan kekuatan bersenjata untuk menjalankan resolusi-resolusinya (pasal 42). Tapi, negara-negara besar, terutama saat Perang Dingin masih berlangsung, ini sangat jarang dialamatkan kepada Dewan Keamanan karena kepentingan negara-negara tersebut selalu saja dapat menggantikan ketetapan-ketetapan hukum internasional. Seperti halnya kasus yang terjadi di saat Uni Soviet dan Pakta Pertahanan Warsawa menduduki Czechoslovakia di tahun 1968. Dewan Keamanan harus menunggu tiga hari paska pendudukan dengan menunda pembentukan pemerintahan Czechoslavakia yang diklaim oleh Dewan bahwa ia telah menerima permintaan untuk merestorasi stabilitas dan keamanan sebelum pendudukan!

Serupa dengan hal ini adalah sikap Amerika yang telah melampaui batas wajar terhadap kedaulanan beberapa negara di Amerika Tengah dan Karibia yang bersamaan dengan Amerika Selatan dianggap sebagai wilayahnya sendiri bagi Amerika Serikat! Beberapa contoh sikap di luar batas ini dapat dialamatkan para periode Presiden Ronald Reagan (1981-1989) termasuk invasi terhadap Granada pada tahun 1985. Amerika juga menginvasi Panama di masa pemerintahan Presiden George Bush.

Saya ingin mencantumkan sikap permusuhan Amerika Serikat (AS) yang khusus terhadap pemerintahan Sandinistan di Nicaragua sejak pembentukannya pada tahun 1981. AS mendukung pembentukan kekuatan Contra, memberlakukan pengepungan terhadap negera tersebut dan menempatkan ranjau-ranjau di wilayah-wilayah perairannya dengan alasan bahwa pemerintahan Sandinistan mendukung kekuatan revolusioner di negara jirannya yaitu El Salvador. Di saat Nicaragua mengadukan keluhannya ke Mahkamah Keadilan Internasional, AS menolak untuk menerima keterlibatan Mahkamah dalam kasus ini. Namun, Mahkamah mengeluarkan keputusannya bahwa AS telah melanggar ketetapan hukum internasional dengan menempatkan ranjau-ranjau di perairan Nicaragua. Ini merupakan sikap keterlaluan AS yang dilakukan terhadap kedaulatan negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Dari sini kita dapat pahami bahwa ketetapan hukum internasional dapat diabaikan di saat konflik itu terjadi antar negara kuat dan negara lemah. Namun, baru saja kita lihat bahwa negara kuat dapat saja berlindung di bawah payung hukum internasional bila langkah itu dipandang dapat membawa sukses. Kasus ini terjadi di saat AS mencari payung hukum dari Dewan Keamanan dan resolusinya yaitu saat meletusnya Krisis Teluk. Ini dikarenakan AS merasa yakin kenetralan sikap Uni Soviet sebagai hasil dari perkembangan yang terjadi di belahan Eropa Timur dari tahun 1985. AS dapat melihat bahwa Uni Soviet bukan lagi sebagai sumber ancaman bagi Barat dan kepentingan-kepentingannya. Maka dari itu, setiap langkah AS dapat dikerahkan dalam Krisis Teluk sejak tanggal 3 Agustus 1991 yang dipayungi oleh resolusi Dewan Keamanan. Tapi AS melangkah terlalu jauh dalam menerjemahkan resolusi-resolusi ini dan menjadi membabi buta terhadap beberapa ketetapannya karena kepentingan dan rencananya dianggap sudah sejalan dengan langkah-langkah tersebut.

3- Geografi dalam Sejarah :

Ada prinsip ketiga yang mengatur hubungan antar negara. Ini adalah faktor geografis yang kerap kali dipandang sebelah mata oleh para ahli sejarah. Prinsip ini secara jelas kelihatan di negara-negara yang berbatasan dengan tanah dari segala arah dan tidak memiliki akses ke laut, seperti Afghanistan, Czeckoslovakia, Austria, Bolivia dan lainnya. Situasi seperti ini membatasi pilihan-pilihan yang ada bagi negara-negara tersebut dalam perihal memastikan keselamatan jalur perdagangannya ke negara jiran. Faktor ini tidak menghilangkan maknanya di tengah kemajuan yang terjadi dalam bidang transportasi udara. Pengaruhnya secara jelas dapat terlihat di negara lemah yang terletak antara dua negara kuat seperti Polandia yang pernah dijajah dan beberapa kali terbagi-bagi dalam perjalanan sejarahnya. Faktor ini punya makna yang unik bagi negara-negara Timur Tengah yang menjadi penghubung antara tiga benua.

Pengaruh faktor ini (geografis dan sejarah ) dengan jelas terlihat dalam Perang Salib pertama yang merupakan peperangan ekonomis dan perdagangan dari pada peperangan yang bernuansa agama. Pada masa itu Eropa Barat telah memulai pertukaran perdagangan dengan Timur Jauh, dan Timur Tengah merupakan satu-satunya penghubung untuk mewujudkan kepentingan-kepentingannya (rute sekitar Afrika Selatan belum ditemukan pada saat itu).

Paska Perang Salib, para tentara menarik mundur dari wilayah itu dan bangsa-bangsa yang ada di sana relatif lebih stabil. Ekspansi Mongol terus menyapu bersih wilayah ini lebih dari 50 tahun kemudian. Bangsa Mongol ini membumihanguskan negara-negara Islam yang kecil di wilayah Barat Asia dan meratakan kota Baghdad serta menginvasi Syria. Namun penaklukan Mongol ini sangat mengkhawatirkan daratan Eropa dan mendesak mereka untuk buru-buru menyelamatkan jalur pusat-pusat perdagangan mereka di Asia Timur. Perjalanan Marco Polo ke India, Cina dan Lautan Arab (1254-1324) ditujukan untuk menyelamatkan jalur perdagangan bagi pedagang Barat yang menuju ke Asia Timur. Hal yang paling penting yang dibawa dari Cina oleh Marco Polo adalah bubuk mesiu yang merubah teknik berperang di Eropa. Namun tidak terlalu lama negara Kekhalifaan Arab berakhir kemudian muncullah negara Kekhalifaan Ottoman. Dengan demikian wilayah ini kembali jatuh di bawah kekuasaan negara kuat yang tunggal yang memperbaharui kepedulian Barat akan rute perdagangan mereka. Kendati secara faktual bahwa Barat telah menemukan rute laut ke India dan Timur Jauh melalui Afrika Selatan. Barat menjadi semakin yakin bahwa belahan dunia ini tidak harus jatuh ke tangan satu negara yang kuat. Maka dari itu, Barat mulai berkonspirasi untuk melawan negara Ottoman. Konspirasi-konspirasi ini mencapai puncaknya pada permulaan abad ke 19 di saat Kekhalifaan Islam telah memperlihatkan titik kelemahannya. Ini pertanda bagi kebangkitan apa yang dikenal dengan sebutan "Persoalan Bagian Timur". Di tengah perselisihan maslahat antara Barat pada masa itu dan perubahan aliansi-aliansi, perpecahan negara Ottoman terus berlanjut dalam rentangan abad dan berakhir dengan keruntuhan negara sebagai hasil dari Perang Dunia Pertama.

Di saat Jenderal Allenby—Komandan Kekuatan Sekutu menyerang kekuatan Ottoman dari Selatan—memasuki kota Damaskus pada tahun 1918. Ada kutipan kata-katanya : "Kami kembali datang, Salahuddin " . Kata-kata ini, kalau benar diucapkan mungkin tidak membawa sentimen agama yang begitu kuat sebagaimana yang dilakukan oleh para pasukan asli Salibis. Namun, mereka mengkhianati keinginan kolonial Barat bahwa tidak ada negara yang satu dan kuat yang diperkenankan untuk menguasai wilayah ini. Ucapan Allenby ini juga mengkhianati kebijakan Inggris Raya untuk dapat mengontrol rute ke India dan sumber-sumber minyak yang baru saja ditemukan di wilayah tersebut.

Pada saat perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada peta wilayah yang disebut dengan Timur Tengah, ada tiga faktor penting yang muncul ke permukaan. Kendati hal tersebut tidak begitu signifikan bila dibandingkan dengan faktor-faktor yang disebutkan di atas. Semua telah memperkuat keyakinan Barat bahwa wilayah ini harus tetap menjadi wilayah yang tercabik dan harus tetap di bawah hegemoni Barat. Faktor-faktor yang muncul ini adalah ditemukannya sumber cadangan minyak di berbagai negara di wilayah ini; AS melepas kebijakan isolasinya; dan berdirinya entitas Israel. Secara faktual, motif Barat di baling penciptaan entitas Israel ini bertujuan untuk menghindari berdirinya (rapprochement) atau terjalinnya aliansi antar negara-negara di wilayah ini. Bila itu mungkin terjadi, hal tersebut hanya akan menjadi ancaman bagi maslahat-maslahat Barat, termasuk AS. Tidak perlu untuk berkutik pada faktor-faktor ini karena semuanya sudah jelas dan perkembangan yang terjadi masih segar dalam ingatan. Namun, bisa jadi hari ini cocok untuk mendaur ulang beberapa fakta historis demi menggarisbawahi pentingnya hal-hal tersebut, khususnya bila dipandang dari kaca mata prinsip-prinsip fundamental tiga yang asli di atas.

Setelah usai krisis Teluk, Presiden George Bush mendeklarasikan bahwa AS tidak akan mengizinkan produksi minyak dunia dalam porsi yang terlalu besar—yaitu negara Iraq dan Kuwait disatukan—jatuh di bawah kekuasaan satu negara. AS kembali ke arena konflik internasional dimulai setelah usai Perang Dunia Kedua di saat Barat mulai berkonspirasi melawan Uni Soviet dalam scenario yang mereka sebut dengan elaminasi bahaya komunisme. AS kemudian memperluas zona keamanannya mencakupi wilayah Eropa pada tahun 1940-an, Timur Jauh—di bawah Pakta Baghdad—pada tahun 1950-an, dan Asia Tenggara pada tahun 1960-an. AS terus memperluas zona ini hingga saat terakhir di tengah perkembangan di wilayah Pakta Warsawa pada tahun 1985. Tabir Besi di negara-negara Blok Timur tidak mendapatkan perintah dari Uni Soviet sebagaimana yang dilakukan oleh Barat terhadap aliansinya untuk mengepung Uni Soviet dan mengelaminir bahaya komunisme.

Ancaman Israel bagi negara-negara Arab menjadi lebih jelas bahkan jauh sebelum berdirinya entitas Zionis ini. Ini jelas dalam serial kudeta yang didukung oleh Barat setelah berdirinya entitas Yahudi. Ini termasuk kudeta yang dilakukan oleh Husni Al Zaim di Syria pada bulan Februari 1949, hanya sembilan bulan usai berdirinya Israel pada bulan Mei 1948.

Setelah semua ini, pertanyaan berikut yang muncul secara alami : Siapa yang keluar sebagai pemenang paska krisis Teluk dan apa konsekuensinya? Penulis mengatakan bahwa pemenang tunggal setelah hancurnya ekonomi dan militer Iraq adalah Israel.

Saya tulis baris-baris ini sebelum Menteri Luar Negeri AS, James Baker memulai perjalanannya di wilayah ini. Tujuan tour yang telah diumumkan adalah untuk sepakat dengan negara-negara yang konsen pada aturan-aturan proses damai. Dalam pandangan saya, tidak ada kemajuan yang akan di sini dan segala sesuatu akan tertunda hingga pemilihan Presiden dijadwal untuk diadakan dalam 18 bulan dari tanggal penulisan makalah ini.

Mari kita daur ulang sejarah kembali. Sekarang, ini adalah sejarah terakhir dan masih segar dalam benak. Itu juga direkam dalam buku PBB dan Menlu-menlu yang konsen. Itu dapat dicatat bahwa sejak PBB mengadopsi resolusinya untuk mempartisi Palestina pada tanggal 29 November 1949, kebijakan ini diadopsi oleh Agen Yahudi — dan oleh Israel kemudian — bertujuan untuk menerima resolusi-resolusi PBB dengan ucapan mulut dan melakukan hal yang bertentangan dengan resolusi tersebut. Setelah rencana partisi sudah diadopsi, kekuatan Hagana Zionis langsung melancarkan serial operasi militer untuk menduduki wilayah sebanyak mungkin dari wilayah yang telah dialokasikan oleh partisi tersebut. Di saat Israel memproklamirkan negaranya pada tanggal 14 Mei 1948, entitas ini telah menguasai sebagai besar porsi tanah "negara Arab". Israel terus memekarkan wilayahnya saat perang dengan pasukan bersenjata Arab yang masuk ke Palestina pada tanggal 15 Mei 1948. Pasukan bersenjata Arab masuk ke Palestina bukan untuk memerdekakan wilayah ini, sebagaimana sebagian orang salah meyakini, tapi untuk melindungi apa yang tersisa dari "tanah negara Arab". Israel mendapat wilayah lagi di masa genjatan senjata hingga usainya pernjajian Armistice dengan Syria, Libanon, Mesir dan Jordan. Sejak masa itu dan Israel menghindari untuk mendefinisikan garis-garis ini sebagai "perbatasan yang aman".

Sebelum Baker memulai tour pertamanya ke wilayah ini, ia mengatakan bahwa bila negara Arab mengakui Israel, ini akan membantu permulaan proses damai. Tapi Baker tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Israel. Apakah Israel menurut rencangan partisi, Israel 14 Mei 1948, Israel Februari 1949 atau Israel bulan Juni 1967?

Israel tidak mau untuk menegaskan perbatasannya sebelum melengkapi skemanya di lapangan. Itu terus berupaya untuk menunda, mengulur waktu dan melibatkan orang lain isu sepihak seperti siapa yang akan mereka ajak bernegosiasi : Apakah itu dengan negara-negara Arab atau dengan Palestina? Pihak mana yang punya hak untuk mewakili bangsa Palestina? Haruskah konferensi perdamaian internasional mengadakan pertemuan lalu bubar dengan hasil nihil atau itu harus tetap terus bersidang walau tanpa kejelasan arah dan tujuannya? Semua isu-isu ini diangkat tanpa mendefinisikan agenda untuk bernegosiasi. Israel terus menandaskan bahwa negosiasi seperti itu harus dimulai tanpa prasyarat-prasyarat. Namun, Israel telah membuat persyaratan bahwa negosiasi harus tidak memuat isu-isu yang sudah dikasih tanda "No" seperti halnya :

  1. Tidak bagi pembagian ulang kota Jerusalem.

  2. Tidak bagi negara Palestina.

  3. Tidak untuk wilayah yang sudah dicaplok.

Siapapun yang menyerukan kesetaraan "tanah bagi perdamaian", sebagaimana yang dilakukan oleh Baker. Harus diingat bahwa Israel menguasai keduanya. Mengapa Israel harus melepaskan salah satunya? Israel duduk di atas tanah dan Israel telah menegakkan perdamaian yang telah dipertegas dengan kemenangan AS yang berhasil melululantahkan satu-satunya kekuatan Arab yang mampu melawan Israel.

Israel akan tetap menguasai tanah. Bahkan ia perlu tanah tambahan untuk memberikan tanah bagi seluruh bangsa Israel. Tentu ini idak hanya terbatas di Palestina. Israel juga memerlukan lebih banyak lagi sumber-sumber air untuk tanah ini dan bagi para pendatang baru, khususnya dari Yahudi Soviet yang terus membanjiri Israel. Ia memerlukan ratusan ribu Yahudi Soviet yang akan tumbuh dalam jumlah jutaan. Perjanjian damai apapun akan membatasi tanah Israel dan konsekuensinya akan menghalangi Israel untuk berus berekspansi di wilayah ini. Mengapa berada di atas bumi kalau akhirnya harus butuh perdamaian? Sejak dari awal berdirinya Israel, Ia telah mempraktekkan apa yang dipelajarinya dari Hitler : Bagaimana melancarkan serangan kilat ; bagaimana berurusan dengan negara-negara jiran; dan bagaimana menyiksa para penduduk wilayah jajahan. Ini semua adalah secuil contoh dari apa yang mereka pelajari dari Hitler.

Israel dengan segera akan menyadari bahwa ia perlu untuk menerapkan pelajaran lain dari Hitler. Ini adalah pelajaran yang punya skup vital yang sekarang disebut dengan "menancapkan keamanan Israel". Ini perlu untuk menempatkan para migran baru dan mendapatkan akses sumber-sumber air baru yang diperlukan mereka.

Berdirinya Israel terjadi setelah setengah abad Theodore Hertzl berbicara tentang hal itu. Ini hanya harapan alami Israel untuk meneruskan ekspansi wilayah tanahnya dalam penerapan peta yang telah diserahkan pada konferensi yang diadakan di Paris pada bulan Februari 1919. Peta yang digambar oleh Agen Yahudi, menggariskan perbatasan Israel termasuk Tyre, Sidon, Qunaitra, Salt, Irbid, Lembah Jordan dan bagian selatan dan utara Laut Mati. Perbatasan itu melewati kota-kota Amman dan Damaskus, yang memungkinkan Israel untuk memperoleh akses ke sumber air di Litani dan sungai Yarmouk. Hanya sedikit dari bangsa Arab yang sadar akan fakta ini. Mereka memuat Pangeran Arab yang diperingatkan menghadapi ambisi-ambisi Israel, namun kelihatannya tidak ada orang yang perduli.

Mungkin dapat ditanyakan, apa gunanya presentasi sekarang setelah usai krisis Teluk? Jawaban saya adalah untuk menjadi peringatan bagi mereka yang mau belajar sesuatu dari masa silamnya. Perdana Menteri Prancis, Kilamanso, yang menjadi pimpinan konferensi Perdamaian Paris pda tahun 1919 mengatakan : "setiap tetes minyak sama dengan setiap tetes darah". Suatu hari para pemimpin Israel akan berkata kepada kita : "setiap tetes air sama dengan setiap tetes darah dan minyak."

Saya mau ingatkan masyarakat wilayah ini dari berbagai latar belakang keyakinan dan kebangsaan bahwa mereka adalah tawanan prinsip ketiga dari tiga prinsip yang telah disebut pada bagian pertama dari presentasi ini yaitu faktor geografis. Setiap bangsa, tidak kenal identitas atau keyakinan, adalah jiran bagi bangsa lainnya. Bangsa-bangsa ini telah hidup seperti ini sejak fajar penulisan sejarah. (sejarah invasi Alexandar berbicara tentang Kurds di Arbil dan Herodotus mencantumkan Teluk Persia). Mereka ditakdirkan hidup sebagai tetangga selamanya. Bila mereka dapat memahami fakta ini, mereka mungkin akan belajar bagaimana untuk hidup bertangga yang baik tanpa perduli keyakinan yang berbeda, ajaran, orientasi dan nasionalitas. Mereka harus memeta masa depan untuk hidup damai, bila tidak dalam kerjasama mutual dan solidaritas. Mereka harus mengasimilasi realitas hidup mereka dan belajar dari pelajaran masa lalu agar dapat menyadari bahwa musuh tunggal bagi semua adalah orang luar (outsider) yang mengintai tanah sekarang ini dan pada sumber airnya pada masa yang akan datang. Orang luar ini dapat dipastikan mendapatkan cita-citanya bila ia didukung oleh orang luaran lainnya yang matanya membelalak pada sumber-sumber minyak.

Banyak yang dikatakan tentang wilayah ini yang menjadi buaian bagi peradaban dan agama-agama dunia. Saya akan menambahkan bahwa ini juga merupakan buaian bagi sekte agama dan mazhab-mazhab. Tidak ada bangsa yang menyadari secara utuh pada batasan mana pluralisme dapat dipakai oleh makhluk asing "Barat" untuk melayani kepentingannya. Di saat Prancis pura-pura berkeinginan untuk melindungi kaum Maronites dalam negara kecil seperti Libanon, Inggris mengatakan bahwa ia juga berkepentingan untuk melindungi Druze di sana. Maslahat terkadang berada dalam konflik dan terkadang juga dalam suasana harmonis. Ini yang telah kita jelaskan di muka di bawah prinsip pertama yaitu hubungan kepentingan . AS membantu Iraq dalam perangnya melawan Iran. AS juga mengatur penjualan persenjataan Israel ke Iran untuk menggunakan uangnya mendanai kekuatan Contra di Nicaragua. AS juga menghancurkan kemampuan strategis Iraq. Ini menjadi saksi bagi prinsip kedua. Hubungan antara si kuat dan si lemah tidak ada ruang bagi hukum internasional kecuali bila implementasinya sangat diinginkan di bawah kondisi-kondisi tertentu.

Banyak yang telah kita katakan tentang perlunya menghancurkan kemampuan Iraq memproduksi kimia dan senjata biological di saat tidak ada pembicaraan tentang kemampuan nuklir dan atom Israel. Israel merupakan negara kedua di wilayah ini yang menolak untuk menandatangani kesepakatan Non-proleferation Treaty (1968). Presiden George Bush baru-baru ini mengatakan bahwa AS ingin menentukan kuantitas dan tipe persenjataan negara-negara wilayah Teluk. AS bertujuan untuk melindungi negara-negara di wilayah ini terutama Israel.

Pluralisme kita menjadi titik kelemahan yang menjadikan Barat dan Israel berperan sebagai satu negara menghadapi yang lain. Namun pluralisme bisa dijadikan sumber kekuatan bila saja bangsa-bangsa di wilayah ini dapat menemukan jalan untuk mencapainya. Mereka harus mencamkan dalam benak mereka faktor geografis dan kepentingan . Setelah itu baru mereka akan menemukan jalan yang benar menuju masa depan. Pandangan dan pemahaman yang mendalam akan faktor-faktor ini agar dapat memungkinkan mereka untuk menentukan wajah hubungan antara para penguasa dan rakyat. Kalau tidak demikian, mereka akan tetap menjadi komunitas konsumtif yang rentan manipulasi dan hegemoni orang asing. Kurang dari setengah abad yang lalu, Barat mengeksploitasi agama dan sentimen nasional untuk mengelaminir ancaman komunis. Sekarang ancaman ini hampir punah, tidak ada yang dapat menghalangi Barat untuk menggunakan agama menentang nasionalisme.

Akhirnya, saya ingin mengingatkan para pembaca tiga prinsip yang telah dijelaskan di bagian awal tulisan ini. Saya anjurkan para pembaca untuk kembali pada diri masing-masing dan mengkaji ulang tulisan ini agar dapat membaca antara baris demi baris serta menangkap implikasi dan ilusi yang mungkin tidak dapat saya tempatkan dengan istilah yang lebih sederhana. Inilah yang mampu saya katakan sekarang ini. Penderitaan terlalu besar bagi lidahku untuk

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger