Kliksaya

imageDengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.


Keselamatan atas mereka yang mengikuti petunjuk.

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Qs. 5 al-Maaidah ayat 3)

Ayat diatas merupakan suatu dalil naqly yang bersifat pasti tentang kesempurnaan ajaran Islam yang sudah diturunkan kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad SAW. Dengan adanya pernyataan tersebut maka segala bentuk perbuatan, lebih-lebih yang berorientasikan kepada peribadahan vertikal kepada Allah haruslah sesuai dengan apa yang sudah ditentukan didalam kitab suci al-Qur'an itu sendiri.

Tidak ada lagi penyempurnaan-penyempurnaan yang harus dilakukan terhadap agama ini oleh siapapun dan dimasa kapanpun juga setelah hari dimana ayat tersebut diatas turun. Tidak ada kecacatan maupun kekurangan dari Islam yang dibawa oleh Muhammad sehingga memerlukan tangan-tangan diluarnya untuk menutupi kelemahan tersebut sehingga dapat membenarkan berbagai klaim kerasulan atau kenabian sesudahnya yang dilontarkan oleh banyak manusia diluar beliau SAW. Praktis karena itupula maka apa yang dinyatakan dalam surah al-Ahzaab ayat 40 tentang pernyataan Muhammad selaku Khotamannabiyyin telah terpenuhi dengan sendirinya.

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-lakipun diantara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. 33 al-Ahzaab ayat 40)


Fase-fase kegelapan telah hilang dengan diutusnya Muhammad serta penyempurnaan ajaran yang dibawa olehnya.

Katakanlah : "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak akan terulangi". (Qs. 34 Sabaa' ayat 49)

Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap." Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Qs. 17 al-Israa ayat 81)


Kebenaran adalah sesuatu yang sifatnya pasti dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan meski sedikitpun sebagaimana kebenaran tersebut dinyatakan sendiri terhadap wahyu al-Qur'an.

Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Qs. 41 Fushishilat ayat 42)


Dengan demikian, bila ada yang dengan angkuhnya berkata bahwa dia adalah seorang utusan Tuhan yang diperintahkan untuk memurnikan ajaran Islam melalui pembatalan sejumlah hukum-hukum yang sudah ditetapkan oleh al-Qur'an melalui Muhammad Rasul Allah, tentu pernyataan yang seperti itu adalah pernyataan yang batil adanya.

Hari-hari terakhir ini semakin marak saja bermunculan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kebenaran agama ditengah masyarakat. Bermacam-macam pola dan pemahaman yang mereka ajukan, ada yang mengekor pada gerakan-gerakan pendahulunya dan ada pula yang bersifat baru dengan mengambil baju penyatuan agama (seperti konsep Baha'i) atau liberalisme.

Pada umumnya gerakan-gerakan itu terbagi atas Mahdiyah (konsep mengenai Imam Mahdi atau Ratu Adil), Messianisme (Ratu adil dengan meminjam nama Isa al-Masih), ada pula percampuran antara Mahdiyah dan Messianisme (misalnya gerakan Ahmadiyah dan Salamullah alias Lia Eden), ada yang bersifat Prophetic (paham kenabian baru misalnya al-Qiyadah al-Islamiah alias kelompok al-Qur'an suci, gerakan Ahmadiyah Qadiyan dan sebagainya).

Isu-isu yang dilontarkan lebih banyak kepada ketimpangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat pada setiap masanya sehingga membuat sekelompok orang beragama merasa kecewa terhadap agamanya sendiri atau lebih tepatnya lagi kepada sistem keberagamaan yang dianut serta digembar-gemborkan pada komunitas mereka.; Agama yang selama ini oleh mereka diyakini sebagai jalan keluar dari semua permasalahan dan agama yang selama ini mereka yakini mampu mendidik manusia kepada moralitas yang baik, pada praktek dilapangan justru menimbulkan kemudharatan yang dibuktikan dengan semakin menjadi-jadinya kerusakan akhlak, pertumpahan darah, penghancuran alam semesta dan lain sebagainya.

Terkadang tidak bisa disalahkan timbulnya gerakan-gerakan tersebut pada dasarnya berawal dari kebekuan (stagnanisasi) serta adanya polarisasi dalam umat Islam sendiri didalam memahami dan mengaktualkan ajaran agamanya terlebih dalam pemahaman al-Qur'annya. Jadi istilahnya gerakan ini merupakan gerakan pemberontakan.

Muhammad SAW tidak bisa disalahkan atas semua penyimpangan yang ada terhadap ajaran yang beliau bawa sama seperti Isa al-Masihpun tidak bisa dikambing hitamkan sebagai pembuat keonaran hanya karena umat sepeninggal beliau melakukan intervensi maupun distorsi terhadap risalah-risalah ilahiah yang sudah disampaikan.

Adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (Qs. 5 al-Ma'idah ayat 117)


Apabila kita mundur kebelakang, maka dimasa awal Islam, perpecahan itu sendiri sudah ada sejak generasi pertama (awwalun) yang konon disebut-sebut sebagai generasi terbaik, dimulai dari timbulnya gerakan Syi'ah yang merupakan pemberontakan terhadap sikap sejumlah sahabat dalam suksesi kepemimpinan dihari wafatnya Rasulullah SAW yang dianggap sebagai bentuk penzaliman terhadap hak-hak Imamiah atau kekhalifahan para Ahli Bait Nabi dibawah kepemimpinan Ali bin Abu Thalib dan keturunannya.

Memang gerakan tersebut berhasil diredam sendiri oleh Ali bin Abu Thalib dan kedua puteranya Hasan dan Husien (dua cucunda tercinta Nabi Muhammad SAW), tetapi tidak bisa dipungkiri perselisihan yang sudah mulai terbentuk antara kubu pencinta Ahli Bait dengan kubu rezim Abu Bakar, Umar dan Usman ini adalah awal dari keberuntunan perselisihan sesudahnya.

Ketika perang antara Imam Ali sebagai khalifah umat Islam yang syah melawan pemberontakan Muawiyah bin Abu Sofyan dengan hasil akhir tahkim (perdamaian), timbullah gerakan Khawarij yang tidak puas dengan sikap sang Imam sehingga kelak pada satu subuh disuatu bulan Ramadhan, gerakan Khawarij ini berhasil membunuh Imam Ali bin Abu Thalib.

Pasca terbunuhnya suami dari puteri Rasulullah ini, maka perpecahan didalam Islam tidak lagi bisa dibendung, perpecahan yang semuanya berawal dari rasa ketidakpuasan antara satu pihak dengan pihak yang lain, pemberontakan yang muncul dari tidak terlindunginya hak-hak yang lemah dari yang kuat atau berkuasa.

Perjalanan panjang catatan perselisihan ditubuh internal Islam kemudian menurunkan berbagai macam madzhab, aliran atau sekte yang masing-masing mengklaim sebagai kebenaran. Manakala orang sudah mulai sibuk dengan sunnah, maka muncul gerakan ingkar sunnah, manakala orang berada dibawah tekanan-tekanan psikologis dan rezim yang kejam maka timbullah harapan-harapan akan kehadiran seorang pembebas, seorang ratu adil, seorang Messias, seorang Mahdi yang akan bangkit melawan semua kezaliman terhadap mereka. Akan tetapi bila kemudian disebut-sebut bahwa Islamnya yang memiliki kecacatan, jelas pernyataan tersebut masih sangat layak untuk ditinjau kembali otoritasnya.; Islam tidak salah, tetapi yang mengamalkan Islam itulah yang salah.

Karenanya tidak semua gerakan ala pemberontakan inipun secara otomatis bisa dijustifikasi secara general sebagai suatu hal yang menyimpang, meski memang tidak sedikit juga yang sangat tidak bisa dibenarkan.; Misalnya gerakan yang bisa dikatakan tidak menyimpang adalah gerakan aktualisasi model Muhammadiyah, Persis, atau juga al-Manarnya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Dimana gerakan-gerakan tersebut merupakan suatu aksi yang menuntut masyarakat Islam kembali kepada ajaran al-Qur'an yang telah dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW dan mengamalkan apa yang terdapat didalamnya secara konsekwen.

Namun manakala sebuah gerakan mengajarkan batalnya risalah sholat, batalnya risalah puasa, batalnya kepenutupan kenabian Muhammad dan lain sebagainya yang menyerupainya, maka inilah gerakan yang disebut sebagai penyimpangan.

Sejak Islam dinyatakan sempurna, maka tidak ada pembatalan dalam syariat-syariatnya dalam kondisi serta situasi seperti apapun sesudahnya sebab jika tidak demikian maka pernyataan penyempurnaan yang terkandung tersebut akan kehilangan substansinya.

Orang boleh-boleh saja mengatakan jaman sekarang adalah jaman jahiliyah atau lebih buruk daripada itu, tetapi akan sangat salah besar apabila menyebut dijaman yang berlaku sekarang ini sebagai jamannya Makkiyah dimana semua syariat agama berhenti untuk diamalkan.

Sesungguhnya kebaikan dan keburukan akan selalu ada sepanjang masa dan sepanjang kehidupan manusia itu sendiri, menjadi sebuah anekdot saja bila kita bermimpi untuk menghapuskan seluruh keburukan dimuka bumi ini, ibarat punuk merindukan bulan.

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaan (Qs. 91 Asy-Syams ayat 8)


Dari ayat tersebut maka harusnya kita sadar bahwa kehidupan itu sendiri identik dengan buruk dan baik, benar dan salah, gelap dan terang, hitam dan putih.; Manakala kita bermimpi untuk membuat segalanya menjadi putih, membuat segalanya menjadi benar, membuat segalanya menjadi baik maka saat itu kita sudah merubah sistem berpikir kita kepada suatu fatamorgana dimata al-Qur'an, kita sudah hendak memusnahkan nilai-nilai kehidupan yang ditentukan oleh ALLAH itu sendiri, kita sudah hendak merombak system atau sunnatullah yang diberlakukan sejak dari awal penjadian alam semesta.

Masih ingat bagaimana dahulu para Malaikat sempat bertanya kepada ALLAH tentang penciptaan manusia sebagai khalifah ?

Ingatlah, saat Tuhanmu berkata kepada para malaikat : ‘Aku bermaksud untuk menjadikan seorang khalifah dibumi !’ ; Mereka bertanya : ‘Kenapa Engkau hendak menjadikan dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan didalamnya dan menumpahkan darah ? ; Padahal kami selalu bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ? ; Dia menjawab : ‘Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa saja yang tidak kamu ketahui.’ (Qs. 2 al-Baqarah : 30)


Saat Allah menyebutkan bahwa Dia hendak menjadikan manusia sebagai Khalifah dibumi, maka malaikat menangkap kesan bahwa keburukan akan mewarnai dunia, namun ALLAH memiliki rencana-Nya sendiri dibalik semua itu, kalimat-kalimat dalam ayat ini juga mengindikasikan kuat bahwa Allah memang tidak menjadikan manusia identik dengan malaikat yang selalu berada dalam fitrah kebaikan, atau dengan kata lain, fitrah manusia itu adalah Ya dan Tidak, Baik dan Buruk, Benar dan Salah.

Semua itu merupakan identitas atau jati diri seorang manusia yang tidak akan terbantahkan maupun teringkari sampai kapanpun dan oleh siapapun, tinggal lagi sejauh mana sang manusia tersebut mengendalikan keburukan, kesalahan atau sifat-sifat negatif didalam dirinya dengan mendominasinya dengan perbuatan baik, dengan kebenaran atau pensucian jiwanya.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (Qs. 87 al-A'laa ayat 14)


Lalu apa tugas manusia yang ditugaskan menjadi Khalifah ?

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Qs. 2 al-Baqarah :29)

Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (Qs. 11 Huud : 61)


Jadi, manusia ini memiliki tugas untuk memberdayakan semua potensi alam yang ada sehingga terciptalah kemakmuran dan keseimbangan dibumi yang manfaatnya bisa membawa kebaikan untuk semua makhluk Allah yang hidup dan tinggal didalamnya, dan karena ini juga kenapa Islam disebut Rahmatan Lil 'Aalamin.

Keberadaan manusia bukan sekedar untuk disuruh sholat, berpuasa atau ritual berhaji semata ... Islam adalah ajaran yang realistis, menyadari potensi kefitrahan yang ada pada diri manusia dan bukan malah untuk membelenggunya.

Perhatikan :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di duniawi serta berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. - Qs. 28 al-Qashash : 77


Saya sering membuat perumpamaan ini dengan kehidupan sehari-hari ...
Bahwa kita semuanya adalah karyawan-karyawan Allah yang bekerja sesuai dengan apa yang sudah Dia tetapkan dalam perusahaan maha besar-Nya ini.

Pertama sebelum memulai bekerja, kita sudah terlebih dahulu menandatangani nota kesepahaman bersama :

Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang belakang mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas Nafs (anfus) mereka : 'Bukankah Aku Tuhan kamu ?' ; Mereka berkata : 'Betul ! kami menyaksikan.' ; Hal ini agar kamu tidak dapat berkata dihari kiamat : 'Sungguh kami lalai dari perjanjian ini'. (Qs. 7 al-A'raf : 172)


Selanjutnya, mulailah proses kerja kita dari nol, lahirlah kita ... dari tidak bisa apa-apa, tidak kenal siapapun secara lambat laun dengan adanya pembelajaran dan proses waktu, kita semakin bisa berinteraksi dengan orang lain, semakin bisa mengeksploitasi kemampuan diri untuk menjadi pekerja seperti para pekerja lainnya hingga kitapun akhirnya bisa bersaing dalam menunjukkan prestasi kerja yang terbaik.

Sebagai pekerja, kita terikat dengan berbagai aturan yang ditetapkan oleh sang pengusaha dimana kita bekerja, mulai dari yang sifatnya disiplin waktu, efektifitas sampai kepada produktifitas. Dan itulah kita, terlahir kedunia untuk kemudian menjadi dewasa dan mengerti .... terikat dengan semua aturan yang sudah dibuat oleh Allah sebagai owner dari perusahaan alam semesta mulai dari hal yang paling sepele sampai kepada aturan yang paling kompleks.

Seorang pekerja berkaitan dengan disiplin waktu misalnya, dia harus masuk jam 08.00 tepat dan pulang jam 17:00, sementara pukul 12:00 siang sampai pukul 13:00 para pekerja boleh beristirahat dan diatas pukul 17:00 diperbolehkan pulang kerja, peraturan itu harus ditaati oleh semua karyawan demi adanya keteraturan pekerjaan yang harmonis kecuali tentunya oleh karyawan-karyawan yang memang memiliki shift kerja berbeda, dan ada waktu-waktu lebih yang bisa kita pergunakan sebagai bentuk loyalitas kepada perusahaan dan adapula waktu lembur..

Saat bekerja, kitapun di-ikat dengan peraturan lain misalnya karyawan bagian produksi harus menggunakan seragam kerja tertentu, tidak boleh merokok dilingkungan mesin, tidak boleh bermain games komputer, tidak boleh rambut panjang untuk pria, tidak boleh berkelahi atau mengumbar kekerasan, ancaman dan sebagainya dan seterusnya, masing-masing pekerja harus bisa bekerja sama satu dengan yang lain, saling ingat-mengingatkan apabila rekannya berbuat kesalahan namun setiap karyawanpun harus bertanggung jawab secara pribadi atas pekerjaan dan tugas yang diwajibkan kepadanya dan sejumlah aturan lainnya.

Manakala ada peraturan-peraturan perusahaan yang dilanggar, maka konsekwensinya kita harus menerima sanksi yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang sudah kita langgar ... semakin besar tingkat kesalahan yang kita lakukan maka semakin besar pula resiko yang harus kita terima ...

Demikianlah ajaran Islam secara realitanya, bahwa hidup kita terikat dengan semua peraturan yang sudah diperlakukan atau diundang-undangkan oleh-Nya sebagaimana bisa didapatkan dalam al-Qur'an, bahwa sebagai individu kita memiliki kewajiban mendirikan sholat, memunaikan dzakat, berpuasa, berhaji, menutup aurat, mencari rezeki, mencari ilmu dan seterusnya.

Bila kita melakukan perbuatan-perbuatan standar tadi maka kita akan mendapatkan apa yang disebut sebagai pahala, dalam dunia kerja kita mendapatkan upah atau gaji, ya kita adalah karyawannya Allah, saat kita bekerja sesuai dengan standar yang Dia tetapkan maka Dia-pun akan memberikan upah kepada kita, dan upah itu ada yang sifatnya langsung didunia ini adapula yang sifatnya tidak langsung atau dirapel diakhirat kelak.

Upah dari Allah didunia ini bermacam-macam bentuknya, ada berupa lancarnya rezeki, jodoh, pekerjaan maupun kemudahan usaha, sebagaimana firman-Nya :

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya dan Dia telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs. 65 at-Thalaaq :3)


Adapun upah diakhirat, maka bisa jadi itu berupa keampunan atau syafaat Allah bagi kita atas apa yang sudah kita perbuat selama hidup didunia :

Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. (Qs. al-Baqarah 2:175)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga kepada mereka. (Qs. 9: at-Taubah 111)


Kita harus tahu, bahwa sesungguhnya Allah sudah memberikan aturan dasar dan aturan rumah tangga dalam berproses dikehidupan ini dimana aturan-aturan tersebut disatu sisi mengikat diri kita selaku individu dan disisi yang lain mengikat diri kita dan juga orang lain dalam sebuah kelompok atau persaudaraan Islamiah.

Sebagai individu, kita diberikan kewajiban-kewajiban untuk menjalani semua yang sudah Dia perintahkan, misalnya kewajiban mendirikan sholat dan berbuat kebajikan, itu mutlak dalam kondisi bagaimanapun dan lingkungan seperti apapun, bila ada orang yang berkata sholat tidak mutlak karena lingkungan kita tidak kondusif atau tidak menjalankan perintah Allah secara kaffah, maka saya katakan dengan tegas bahwa orang itu sudah keblinger otaknya ! Siapapun dia !

Kenapa saya bilang demikian ?

Firman Allah :
Dirikanlah sholat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman (Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104)


Perintah mendirikan Sholat adalah salah satu perintah yang berkaitan dengan kedisiplinan pendayagunaan waktu dan memiliki dekadensi juga dengan pembangunan moralitas kepribadian, ada waktu-waktu tertentu disiapkan kepada kita untuk memberikan laporan kepada Allah dalam satu harinya maka itu harus tetap dilakukan bagaimana juga situasi dan kondisi yang ada pada diri kita, bahkan dalam keadaan sakitpun ada aturan mainnya sebagai sebuah bentuk penegasan kewajiban mutlak yang tidak bisa dilanggar.

Dari ‘Ali, r.a, katanya : bersabda Nabi Saw : ‘ Sholatlah orang yang sakit dengan berdiri jika ia bisa ; bila tidak mampu maka sholatlah dengan duduk ; jika tidak mampu untuk sujud, isyaratkan saja dengan kepala ; dan dijadikannya sujudnya itu lebih rendah dari ruku’nya ; jika tidak mampu sholat duduk, maka sholatlah sambil berbaring kekanan serta menghadap kiblat; jika tidak mampu juga maka sholatlah dengan menelentang ; sedang kedua kakinya membujur kearah kiblat’ - Hadis Riwayat Daruquthni

Nabi Saw datang kerumah zainab (salah seorang puteri beliau)
Kebetulan disitu ada tali terbentang antara dua tonggak; Nabi bertanya : tali apa ini ? Orang banyak menjawab : tali untuk zainab apabila ia letih mengerjakan sholat berpeganglah ia ditali itu ; sabda Nabi : Tidak boleh, bukalah ! Hendaklah kamu mengerjakan sholat menurut kesanggupannya ; apabila telah letih, duduklah - Hadis Riwayat Bukhari

Sebagai manusia yang hidup dalam kelompok manusia-manusia lainnya, maka kitapun diwajibkan untuk menyerukan pesan-pesan ilahiah berupa kebenaran didalam komunitas kita berada.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Qs. 3: ali Imran 104)


Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Dan bila dia tidak sanggup, hendaklah dia mengubahnya dengan lisannya. Dan bila dia tidak sanggup maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. - Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri

Akan tetapi, ingat, setiap orang memiliki tanggung jawabnya masing-masing terhadap Allah, kita tidak diminta pertanggung jawaban terhadap lingkungan kita selama kita sudah berusaha untuk melakukan perbaikan ataupun menyerukan agar diterapkannya peraturan Allah didalamnya, terlepas apakah lingkungan kita itu menerima atau menolaknya.

Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka.Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (Qs. 42 Asy-Syuura : 48)

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Qs. al-Baqarah 2:272)

Katakanlah:"Kamu tidak akan ditanya tentang apa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya tentang apa yang kamu perbuat". (Qs. 34 Sabaa' :25)

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebajikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipat gandakan dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (Qs. an-Nisa' 4:40)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati. (Qs. al-Baqarah 2:277)

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesukaran bagimu (Qs. 2 al-Baqarah : 185)


Adanya gerakan baru ditengah umat Islam Indonesia yang mempolitisir ayat-ayat al-Qur'an sedemikian rupa sehingga dengan alasan bahwa negara kita masih berhukum dengan hukum Taghut (non-ilahiah) maka tidak ada kewajiban atas diri kita untuk melakukan sholat atau ibadah wajib lainnya sebab menurut mereka apa yang kita lakukan itu hanya sia-sia.

Ingatkan pesan saya ini kepada semua orang Muslim yang anda kenal, waspadai doktrin menyesatkan ini, bahkan saya memandang doktrin golongan ini jauh lebih berbahaya daripada doktrin kaum anti hadis ... ini sama parahnya dengan misi Kristenisasi !

Sekali lagi, gunakan akal sehat untuk memikirkan ayat-ayat Allah ... doktrin semacam itu JELAS bertentangan dengan isi kitab suci al-Qur'an.

Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka itu juga untuk dirimu sendiri -Qs. 17 al-israa’ : 7


Golongan ini menganggap kita ini berada dalam tatanan Mekkah yang menyembah berhala, berhukum tidak dengan hukum yang diturunkan Allah ... karenanya Sholat tidak perlu.

Kita tahu ibadah Sholat itu sudah diwajibkan oleh Allah jauh sebelum Mekkah ataupun Nabi Muhammad lahir kedunia ini ... semua Nabi dan Rasul bahkan umat mereka masing-masing sudah mendapatkan perintah Sholat ini, jadi sholat bukan merupakan ibadah yang berhubungan dengan kondisi Mekkah atau Madinah semata.

Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (Qs. 20 thaahaa: 132)

Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (Qs. 2 al-Baqarah : 43)

Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong (Qs. 2 al-Baqarah : 48)


al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya [Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55], kepada Nabi Syu’aib [Lihat surah 11 Huud ayat 87], kepada Nabi Musa [Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14] dan kepada Nabi Isa al-Masih [Lihat surah 19 Maryam ayat 31]. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan juga oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam (silahkan merujuk pada Kitab Keluaran 34:8, Kitab Mazmur 95:6, Kitab Yosua 5:14, Kitab I Raja-raja 18:42, Kitab Bilangan 20:6, Lukas 22:41, Markus 14:35).


Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :

Sebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu (Qs. 48 al-fath: 23)


Adapun ayat-ayat al-Quran yang dimanipulasi pengertiannya oleh golongan ini salah satunya mengenai ayat :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Qs. 4 an-Nisaa' :43)


Maksud ayat diatas menurut mereka adalah mabuk bukan berarti kita habis minum alkohol atau mabuk berkendaraan , tapi bingung dalam menjalani hidup ini, maksud mengerti apa yang kita ucapkan adalah, sudah mengerti penjabaran surat al-fatihah (karena induk kitab atau rangkuman 113 surat), maksud dalam keadaan junub, bukan berarti kita belum wudhu tapi masih berada dibawah hukum manusia (artinya kita masih kotor atau najis dihadapan Allah), Mandi maksudnya pada saat kita sudah bersih dari kemusyrikan sudah berada dibawah hukum-hukum Allah.

Secara historis latar belakang turunnya ayat dan secara tekstual ayat saja pemahaman yang demikian sudah bertentangan, belum lagi bila disepadankan dengan apa yang seharusnya kita pahami artinya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat dalam keadaan lupa ingatan (mabuk) sampai kamu sadar (mengerti) apa yang kamu katakan ... (Qs. 4 an-Nisaa’ 43)


Pertama ayat ini konteksnya berbicara mengenai sholat, dan kita dilarang melakukan sholat adalah apabila kondisi kita saat itu sedang dalam keadaan lupa ingatan. Lupa ingatan disini bisa berarti mabuk, bisa berarti gila atau sejenisnya yang intinya kita tidak bisa berpikir dan berbicara secara jelas. Sebab bila pikiran kacau balau bagaikan orang yang sedang mabuk, maka sholat justru dilarang baginya sebab pasti logikanya akan menjadi percuma saja, dia tidak akan mengetahui dan mengerti apa yang dia baca itu, bisa saja justru dia memaki dirinya sendiri atau malah juga memaki Tuhan dalam sholat tersebut.

Makanya Nabi pesan, kalau kita mengantuk padahal belum sholat, ya tidurlah dulu baru sholat, kalau kita lapar, makanlah dulu baru sholat ... rujukannya itu ya ini, bukan mengenai system atau keadaan disekitar kita yang carut marut.

Dengan demikian, maka Sholat merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar atau dielakkan dengan alasan apapun juga, sebab itu merupakan salah satu ibadah yang sudah ditentukan waktunya.

Sesungguhnya, sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (Qs. 29 al-ankabut : 45)


Ritualitas sholat dinyatakan didalam al-Qur’an pada ayat tersebut sebagai suatu sarana atau wadah untuk mengontrol perbuatan negatif yang seringkali mendominasi diri manusia. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan Tuhan secara vertikal maka diharapkan secara horisontalpun manusia mampu berbuat baik kepada sesamanya bahkan lebih jauh kepada semua hamba Tuhan diluar dirinya.

Namun fakta dilapangan juga membuktikan bahwa banyak orang Islam yang rajin melakukan sholat namun kelakuan dan sifatnya justru tidak sesuai dengan kehendak Tuhan yang ada pada surah al-Ankabut ayat 45 tadi, betapa banyak orang yang kelihatannya rajin sholat namun tetap bergunjing, melakukan zinah, pelecehan seksual, bahkan bila dia seorang penguasa yang memiliki jabatan akan memanfaatkannya untuk menganiaya orang lain, melakukan penindasan, korupsi bahkan sampai pada pembunuhan dan peperangan. Inilah contoh manusia yang telah lalai dalam sholat mereka.

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat Yaitu orang-orang yang melalaikan sholatnya (Qs. 107 al-maa’uun : 4-5)


Bila sudah seperti ini, maka kita patut memperhatikan firman Allah yang lain :

Luruskan mukamu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada (Nya - Qs. 7 al-a’raaf 29)


Dari ayat tersebut, Allah hendak menyampaikan kepada manusia bahwa sholat itu memerlukan sikap lahir dan batin yang saling berkolerasi atau berhubungan. Meluruskan muka adalah memantapkan seluruh gerakan anggota tubuh dan menyesuaikannya dengan konsentrasi jiwa menghadap sang Maha Pencipta alam semesta. Disaat mulut membaca al-Fatihah, hati harus mengikutinya dengan sebisa mungkin memahami secara luas arti al-Fatihah sementara pikiran berkonsentrasi dengan gerak mulut dan hati, inilah keseimbangan yang di-istilahkan dengan khusuk dalam ayat berikut :

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, Yaitu orang-orang yang khusuk dalam sholatnya (Qs. 23 al-mu’minuun : 1-2)


Jadi, khusuk adalah suatu perbuatan yang menyeimbangkan gerak lahir dan batin, sehingga terciptalah suatu konsistensi ketika ia diterapkan dalam kehidupan nyata, sesuai dengan komitmen yang dilafaskan dalam do’a iftitah :

Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Qs. 6 Al-An'am:162)


Dalam artikel saya berjudul "Bolehkah Belajar Ilmu Ghaib" sudah saya singgung pula bahwa Sholat harus dilakukan dengan konsentrasi ataupun pemusatan pikiran sebagai upaya menjalin komunikasi dengan Allah sang Pencipta. Semakin bagus tingkat konsentrasi yang dilakukan maka akan semakin cepat pula terjadinya komunikasi dua arah antara seorang muslim dengan Tuhannya.

Dengan demikian, melalui ilmu telepati juga kita bisa menjawab kenapa banyak orang yang dalam sholatnya selalu berdoa namun sedikit sekali doanya tersebut yang diterima oleh Allah. Kita tidak sungguh-sungguh berkonsentrasi mengalirkan pikiran kepada-Nya, dalam sholat kita bahkan masih terikat dengan lingkungan, ingat sendal yang hilang, pekerjaan menumpuk dan sebagainya; semua ini menimbulkan banyaknya getaran yang menuju dirinya sendiri dan menghalangi keluarnya getaran pikiran yang seharusnya terpancar keluar menuju Allah.

Jikapun ada yang masih bisa menerobos keluar maka gelombangnya sudah lebih lemah dan tidak memungkinkan sampai pada tujuan.; analogi telepon seluler merupakan permisalan yang sangat mudah untuk dijabarkan dalam hal ini, dimana agar bisa terjadi hubungan komunikasi dua arah maka baik sipenelepon maupun sipenerima harus berada dalam coverage area dimana sinyal-sinyal yang diberikan bisa saling menangkap. Satu saja dari keduanya memiliki pancaran lemah maka hubungan komunikasi bisa dipastikan tidak dapat berjalan lancar.

Akhirnya sholat merupakan ritualitas multi dimensi yang semuanya mengarah kepada sipelakunya sendiri agar mendapat kebaikan, baik dalam hal mengontrol diri ketika masih hidup didunia maupun menjadi amal yang membantu saat penghisaban dihari kiamat kelak.

Lalu siapakah yang lebih baik agamanya selain orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang diapun mengerjakan kebaikan ? (Qs. 4 an-Nisaa': 125)


Sekali lagi, bila ada orang yang menyatakan bahwa saat ini adalah saat dimana hukum-hukum Islam belum perlu diberlakukan termasuk ritual-ritual ibadahnya (sholat, puasa, haji) maka ingkarilah orang dan kelompok ini, mereka akan menyesatkan dari jalan kebenaran.; Dahulu sewaktu jaman kekhalifahan Ali bin Abu Thalib, dunia juga penuh kekacauan, fitnah merajalela, angkaramurka dimana-mana, kemunafikan menyebar disetiap penjuru, pertumpahan darah terjadi oleh orang-orang yang tidak suka tegaknya daulah Islamiah ditangan ahli bait Rasul. Tetapi, Imam Ali, selaku otoritas pemerintahan tertinggi umat Islam, sebagai Amirul Mukminin tidak menyerukan berhentinya sholat, berhentinya puasa, berhentinya berhaji.; Manakala ada sekelompok kaum Khawarij mencemoohnya karena mereka menganggap Imam Ali sebagai orang yang telah berbuat dosa besar dan jatuh pada kekafiran sampai ia bertobat dari dosanya itu karena Imam Ali serta kaum Muslim yang masih bersamanya mau menerima tahkim ( perdamaian dengan musuh-musuh Allah yang berlindung dibalik kedok perdamaian seperti dalam kasus perang dengan Muawiyah ), cemoohoan itu dilakukan secara demonstratif, mereka mengganggu Imam Ali pada saat beliau mengucapkan pidato dengan meneriakkan semboyan " La Hukma Illa Lillah" ( Tiada hukum kecuali bagi Allah). Dengan teriakan itu mereka ingin menunjukkan bahwa hanya putusan Allah yang perlu ditaati, bukannya putusan kedua penengah dalam tahkim. ; Sejarah kemudian mencatat najwa kaum Khawarij tidak mau tunduk kepada pemerintahan manapun, baik yang dipimpin Ali maupun Muawiyah yang sama-sama mereka anggap kafir.

Berikut tanggapan Imam Ali kepada semboyan mereka :
Sungguh itu adalah kalimat haqq, namun dimaksudkan untuk sesuatu yang batil !
Memang benar, " La Hukma Illa Lillah " ( Tiada hukum kecuali bagi Allah ).
Namun orang-orang itu bermaksud mengatakan : Tiada kepemimpinan kecuali bagi Allah.

Padahal masyarakat harus punya seorang pemimpin, apakah ia seorang yang baik ataupun yang jahat.

Dibawah kepemimpinannya seorang Mukmin melaksanakan tugasnya dan seorang kafir menikmati hidupnya sementara Allah Swt mencukupkan ajal segala sesuatu.

Penghasilan uang negara dikumpulkan, musuh-musuh diperangi, jalan-jalan diamankan dan hak si lemah diambil kembali dari si kuat, sehingga orang yang baik akan hidup tentram dan yang jahat dapat dicegah kejahatannya.

( Diambil dari sub-bab : Ucapan Imam Ali R.a ketika mendengar teriakan-teriakan Kaum Khawarij : La Hukma Illa Lillah, Halaman 83, Mutiara Nahjul Balaghah
Wacana dan surat-surat Imam Ali R.a, dengan pengantar Muhammad Abduh, Terbitan Mizan Cetakan VII Mei 1999 ).

Gerakan kaum Khawarij dan semboyan yang mereka dengungkan pada masa khilafah Imam Ali bin Abu Thalib r.a itu, saat ini secara perlahan dan sembunyi-sembunyi kembali muncul dengan wajah baru dan dikenal dengan gerakan al-Qiyadah al-Islamiah, mereka menolak pemerintahan yang ada dengan dalih bahwa pemerintahan ini merupakan pemerintahan yang musryk dan kafir sebab tidak menjalankan hukum-hukum Allah secara kaffah, mengabdi kepada mereka adalah mengabdi kepada syetan, mereka menggembor-gemborkan untuk meninggalkan kepemimpinan manusia dan kembali kepada kepemimpinan Allah ( melalui diri mereka yang mereka anggap sebagai utusan Tuhan kepada bangsa ini, merekalah Rasul maupun al-Mahdi yang dibangkitkan alias al-Masih al-Mau'ud ).

Saya menyebut gerakan ini adalah neo khawarij, dan jika sejarah kembali terulang, maka selain neo khawarij tentu akan ada neo umayyah lambang orang-orang yang haus kekuasaan, orang-orang yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan mereka sebagaimana ini dahulu pernah dilakukan oleh dinasti Muawiyah.; Dan menyikapi ini semua, maka saya akan berada pada posisi Ahli Bait Rasul, posisinya Imam Ali dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan segala konsekwensi dan kebijakan serta cara pandangnya.

Pada halaman 84 dibuku yang sama, masih mengenai kaum Khawarij ini, Imam Ali berkata :
Jangan kalian membunuh kaum khawarij sepeninggalku, sebab tidaklah sama antara orang-orang yang mencari kebenaran lalu terluput darinya dengan orang-orang yang mencari kebatilan lalu memperolehnya.

Artinya menurut sang Imam, walaupun kaum Khawarij telah sesat dengan mengkafirkan dan memeranginya, namun kesesatan mereka bersumber pada suatu keyakinan yang tertanam kuat dalam hati mereka, sedemikian sehingga mereka menganggap pembangkangan terhadap kekuasaan beliau sebagai suatu kewajiban agama.; Dengan demikian, mereka itu sebenarnya mencari kebenaran kendati akhirnya terlempar darinya. Mereka bisa ditumpas apabila telah menimbulkan perbuatan buruk, merusak, membunuh serta hal-hal lain diluar syarit yang ada didalam Islam sebagaimana inipun akhirnya ditempuh oleh Imam Ali bin Abu Thalib.

Saya ingat, dahulu tepatnya tanggal 18 Maret 2006 lalu, Sahmuddin yang sekarang saya berani mengindikasikan sebagai bagian dari jemaah al-Qiyadah al-Islamiah/Qur'an suci atau juga al-Masih al-Mau'ud pernah mengajukan pertanyaan di Milis Myquran@googlegroups.com, isi pertanyaannya waktu itu begini :

Siapa yang layak menjadi pemimpin manusia? Siapa yang layak menjadi presiden manusia? Siapa yang layak jadi Raja manusia? Sipa yang layak jadi gubernur? Siapa yang layak jadi Bupati, Siapa yang layak jadi lurah? Siapa yang layak jadi camat? Siapa yang layak jadi, menteri? Siapa yang layak jadi jendral? Dan lain-lain. Siapa yang layak jadi sembahan manusia? Siapa Tuhan (pemimpin) saudari? Siapa Raja saudari? Siapa sembahan Saudari? Hati-hati ketika menjawabnya. Mohon dijawab sekiranya saudari bisa menjawabnya.

Dan jawaban saya waktu itu, kurang lebih sama seperti jawaban Imam Ali :

Apa yang anda katakan diatas benar ... tetapi fakta bahwa secara geografis hidup manusia ini berada dalam ruang lingkup kewilayahan yang berbeda satu dengan lainnya, dan manusia tidak bisa hidup bebas suka-suka tanpa ada aturan main dalam berkehidupan ... benar Allah adalah pemimpin kita, presiden kita ... tetapi secara realita ... perlu dibentuk sebuah sistem dengan kepemimpinan tertentu diantara sesama manusia itu sendiri ... inilah yang diajarkan dalam Sholat, ada Imam dan ada makmum. Perlu ada aturan yang mengatur agar masing-masing orang yang hidup dan tinggal dalam komunitas berbeda-beda itu bisa saling hormat-menghormati, menebarkan damai dan asas manfaat lainnya.

Karenanya ya saya katakan kitapun tidak salah memilih presiden manusia, camat manusia, menteri manusia ... mereka bagian dari ulil amri yang dipercaya untuk mengatur urusan umat (baik secara individu dan sentimen keagamaan atapun secara massal lintas agama dan budaya).

Memang pemerintahan kita belum sepenuhnya bisa mengaplikasikan hukum-hukum ilahiah secara kaffah, tetapi marilah kita duduk bersama membenahi pemerintahan tersebut secara bertahap, tidak mudah untuk merubah sesuatu yang sudah mapan, namun paling tidak kita sudah bisa sedikit berbangga dengan mulai dimasukkannya beberapa syariat Islam didalam hukum-hukum kenegaraan di Indonesia, misalnya mulai dari hukum perkawinan Islam kedalam UU perkawinan negara yang meskipun sempat menuai pro dan kontra pada masa lalu tetapi toh berhasil di-gol kan, atau dengan diakuinya serta dibebaskannya pemberlakuan hukum-hukum Islam untuk wilayah NAD, begitupula rancangan anti porno aksi dan pornografi yang cepat atau lambat segera pula disyahkan ditengah gelombang pro dan kontranya dan sebagainya.

Dalam merubah paradigma serta tabiat jahat bin jahiliah dari manusia, pasti diperlukan waktu yang tidak singkat, even seorang Rasul sekelas Nabi Muhammad pun membutuhkan rentang waktu 20 tahunan lebih ditambah oleh tahun-tahun kepemimpinan dimasa Umar bin Khatab untuk membentuk sebuah masyarakat yang madani sesuai peraturan ilahiah. Dan kita, mungkin perlu dua kali atau tiga kalinya dari masa-masa tersebut.

Saya hanya menyeru, mari kita contoh pula bagaimana sikap Imam Hasan bin Ali cucunda Rasul yang bersedia berdamai dengan pihak kufar Muawiyah bin Abu Sofyan yang haus kekuasaan selama keselamatan dan hak-hak kaum Muslimin terjaga meski masih dalam batas-batas tertentu. Akan ada saatnya kelak kita mencontoh sikap Imam Husien bin Ali yang juga cucunda Rasul ketika mengangkat senjata untuk memerangi kemungkaran Yazid bin Muawiyah meski tubuh harus berkalang tanah.

Tetapi selama kita masih bisa menggunakan jalan-jalan damai, cara-cara yang arif untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, maka mari kita tempuh cara itu, demi menghindari jatuhnya korban dari anak-anak, wanita dan orang-orang kecil seperti sikap Imam Ali dan puteranya Hasan.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. 49 al-Hujuraat :13)


Bagi anda yang merasa pemahamannya berbeda dengan saya dalam hal ini, silahkan mengkritisi apa yang saya sampaikan ini, saya siap berdiskusi dengan siapapun anda sebagai pembelajaran juga bagi para sahabat yang lain agar semakin terbuka dan jelas mana yang benar dan mana yang salah atau disalah pahamkan.

Wassalamu'alaykum Wr. Wb.,
Salamun 'ala manittaba al Huda

ARMANSYAH
http://armansyah.swaramuslim.net
http://arsiparmansyah.wordpress.com
http://rekonstruksisejarahisaalmasih.wordpress.com

Catatan : Posting ini boleh diteruskan kemana saja selama itu bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam dan pencerahan kepada semua orang yang membutuhkannya dengan tetap menyertakan sumber pengambilannya dengan lengkap agar siapapun yang ingin secara langsung mendiskusikan ataupun melakukan sanggahan-sanggahan dapat menghubungi penulis secara langsung dan tidak membuatnya bingung yang bisa jadi menghalangi semangat pembelajarannya terhadap kebenaran yang sudah sampai.

Copyright hanya ada pada ALLAH, sumber semua kebenaran

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger