Kliksaya

Awasi Gerakan Salib

Selain memurtadkan umat dengan berbagai cara, kaum Salibis juga mengincar panggung politik. Sejumlah Pilkada dimenangkan. Kursi presiden tak mustahil jadi target.

Seperti tak kenal lelah, kaum Salibis terus beraksi. Setelah mentok memenangkan Pemilu 2004 lewat Partai Damai Sejahtera (PDS), mereka pun berusaha masuk ke panggung kekuasaan lewat jalur Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Di beberapa wilayah mereka menang.

Contoh teranyar adalah Pilkada Kalimantan Barat (Kalbar). Pasangan Cornelis-Christiandy Sanjaya (beragama Kristen) berhasil mengungguli pemenangan Pilkada. Keduanya ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar periode 2008-2013 oleh KPUD Kalbar dalam rapat pleno terbuka di Ruang Serba Guna Gedung DPRD Kalbar, Pontianak, Selasa sore (27/11).

Pasangan itu, mendapat 930.679 suara atau 43,67 persen dari 2.131.089 suara sah. Jumlah tersebut mengungguli pasangan 'incumbent' Usman Ja'far-Laurentius Herman Kadir yang hanya meraih 659.279 suara atau 30,94 persen.

imagePemilu Gubernur-Wakil Gubernur Kalbar diikuti empat pasangan calon. Dua calon lainnya yakni pasangan Oesman Sapta-Ignatius Lyong mendapat 335.368 suara (15,74 persen) dan Akil Mochtar-AR Mecer 205.763 suara (9,66 persen).

Menurut Sekjen Forum Advokasi Rehabilitasi Imunisasi Aqidah yang Terpadu Efektif dan Aktual (Arimatea) Pusat Diki Candra, kekalahan pasangan yang diusung ormas dan partai Islam pada Pilkada ini akibat kelemahan kaum Muslimin dan berpolitik. "Ini kejadian pertama yang memalukan di Indonesia, dimana umat Islam yang 57 persen dipimpin oleh Gubernur yang Salib, wakilnya pun Salib. Saya terlibat di sana dan saya berusaha, tapi memang terlambat," ujar Diki pada Sabili.

Menurutnya, pada Pilkada ini, salah seorang calon sengaja ada yang memberikan dukungan dan setelah itu menghilang. Akibatnya, suara umat Islam terpecah. Sedangkan suara kalangan Nasrani terfokus pada satu suara. Akhirnya mereka menang. "Korban yang bersangkutan, langsung bertemu saya," imbuh pria kelahiran Tasikmalaya, 11 Agustus 1964 ini.

Padahal, sebelum Pilkada berlangsung, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat beserta Ormas Islam telah membuat kesepakatan bersama untuk memenangkan Pilkada. Di antara pernyataan itu berbunyi, anjuran kepada umat Islam untuk mencoblos nomor 1 yaitu H Usman Ja'far-Laurentius Herman Kadir dalam Pemilihan Gubernur tanggal 15 November 2007. MUI Kalbar juga menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk menggunakan hak pilihnya dan menjaga pelaksanaan Pemilihan Gubernur secara tertib dan aman. Kendati demikian, kedua pasangan yang didukung umat Islam, kalah lantaran suara mereka terpecah pada pasangan lainnya.

imageSebelumnya, Teras Narang (Kristen) terpilih menjadi Gubernur di Kalimantan Tengah. Padahal, jumlah umat Islam di provinsi itu mayoritas, yaitu lebih dari 70 persen. Agustin Teras Narang, SH, terpilih sebagai Gubernur Kalimantan Tengah dengan angka mutlak mengambil 43,97 persen hati rakyat Kalimantan Tengah. Suara rakyat pemilih Teras dan pasangannya tersebut mencakup hampir mutlak seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah, yaitu pada 12 Kabupaten dan 1 Kota (dari 13 Kabupaten dan 1 Kota).

Teras Narang mengungguli calon pasangan lainnya, Asmawi Agani-Kayahani (20,55 persen), Nihin-Nusa (20,25 persen), Usop-Rinco (4,04 persen) dan Fawzy-Garang (10,72 persen).

Bersama dengan ormas Islam yang ada di tempat itu, Forum Arimatea juga sempat mengatur strategi, khususnya menghadapi Pilkada 11 Kabupaten/Kota se-Kalteng yang akan diselenggarakan secara serentak pada 7 Juni 2008 mendatang. Delapan di antaranya merupakan kabupaten pemekaran yaitu Murung Raya, Barito Selatan, Barito Timur, Pulang Pisau, Katingan, Seruyan, Lamandau, dan Sukamara, karena berdirinya juga pada waktu yang sama. Sedangkan tiga kabupaten/kota lainnya yang melaksanakan Pilkada yaitu Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Barito Utara.

Pada 15 Juli 2007, beberapa tokoh Islam menandatangani Memorandum of Understanding (MoU). Di antara poin yang mereka sepakati bahwa gerakan ini dilatarbelakangi oleh kondisi dan gerakan pihak non- Muslim yang sudah menguasai sistem dan struktur di pemerintahan, ekonomi, sosial politik dan budaya, sedangkan mayoritas penduduk Kalimantan Tengah 70 persen adalah umat Islam. Dalam kesepakatan itu juga mereka memberikan wewenang kepada Sekjen Forum Arimatea Diki Candra untuk menggalang kekuatan, baik finansial, maupun politik dan moral di pusat pemerintahan atau Jakarta, dengan tetap berpijak pada misi menghadang gerakan non Muslim.

image

Diki Candra menuturkan, dalam lembar kesepakatan itu terdapat nama salah seorang calon gubernur. "Dia terbuka sama saya. Dia bilang, memang benar dia dipermainkan oleh kalangan Salib. Ia mengaku dicalonkan oleh sekelompok orang. Dia sudah dikasih uang pendahuluan untuk daftar. Ketika berlangsung Pemilu, yang punya uang ngilang. Akhirnya yang terjadi, suara umat Islam terpecah menjadi empat suara. Calon Kristen sendirian. Ini tujuannya untuk memecah suara umat Islam," papar Diki.

Hal serupa terjadi juga di Sumatera Utara. Rudolf Pardede yang menggantikan Gubernur Sumatra Utara, Rizal Nurdin yang tewas karena pesawat yang ditumpanginya jatuh pada 5 September 2005, resmi mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur Sumatera Utara. Sebelumnya ia adalah Wakil Gubernur Sumatra Utara. Dari September 2005 hingga 8 Februari 2006, jabatannya adalah pelaksana harian Gubernur Sumatra Utara. Melalui Keputusan Presiden No. 27/2006, ia dikukuhkan sebagai Gubernur.

Pria yang sejak 18 Juli 2003, ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Polri atas kasus pemalsuan ijazah yang digunakannya saat mencalonkan diri menjadi kepala daerah, berencana memimpin wilayah yang 73 persen dihuni oleh umat Islam melalui Pilkada yang akan diselenggarakan pada 16 April 2008 mendatang. Jika tidak hati-hati, kemenangan kaum Salibis akan berulang.

Persis seperti di Sumatera Utara, di Kalimantan Timur pun demikian. Setelah Gubernur Suwarna nonaktif karena terjerat kasus korupsi, maka Wakil Gubernur Drs Yornalis (dari Nasrani) pun memimpin Kaltim yang berpenduduk 70 persen Muslim. Tidak mustahil dirinya akan maju untuk berlaga pada Pilkada 22 April 2008 yang dilakukan serentak di 13 Kabupaten dan Kota di Kaltim.

Perjuangan Salibis tentu takkan berhenti. Masih menurut Diki Candra, mereka juga akan memenangkan Pilkada di wilayah lain. Bahkan, tak mustahil mereka mengincar kursi presiden. "Dari informasi yang kami terima langsung dari para politikus Salib, mereka sekarang sedang berusaha mengusung, mendekati Megawati melalui lingkaran-lingkarannya agar pendamping Megawati nanti dari mereka. Kenapa mereka sekarang begitu percaya diri? Karena uji coba kasus di Kaltim dan Kalbar berhasil," tambah Diki.

Dengan percobaan melalui Pilkada di beberapa daerah ini, kalangan Salibis makin memantapkan langkahnya untuk merebut RI-1 atau paling tidak menjadi pendamping sebagai sebagai Wakil. Hal ini amat masuk akal, kalau mereka bisa menang. Terbukti, di beberapa daerah, meski jumlah mereka minoritas, kalangan Salibis berhasil merebut jabatan Kepala Daerah.

Ketua Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA) Abu Deedat Syihab juga mengakui hal ini. "Untuk menguasai dan mengkristenkan suatu negeri, pertama harus dikuasai pemerintahannya," ujar Abu Deedat. Untuk itu, kalangan Salibis selalu melakukan strategi. Di antaranya, kalau mereka tidak mungkin menang jika mencalonkan diri sebagai Gubernur atau Walikota/Bupati, mereka cukup dengan mendapatkan wakilnya. Ini pengaruhnya sangat besar bagi umat Islam.

imageAbu Deedat mencontohkan daerah Sumatera Utara. Ketika seorang gubernur meninggal, maka secara undang-undang yang naik adalah wakilnya dari Salibis. "Sebelumnya, tak pernah di Medan itu ada Festival Natal, konvoi festival Natal di jalanan, tapi setelah wakilnya dari Salibis naik, terasa sekali nuansanya. Mereka luar biasa gerakannya," papar Abu Deedat.

Di antara gerakan mereka adalah membagi-bagikan buku dan pensil yang ada salibnya. "Kabarnya itu dilakukan oleh istri gubernur," imbuh Abu Deedat seraya berharap agar partai Islam tidak menjadikan calonnya dari kalangan Nasrani meskipun posisinya hanya wakil. "Karena ketika gubernurnya atau walikota Muslim meninggal, yang naik wakilnya sebelum habis masa jabatan," ujarnya.

Mengenai adanya strategi penguasaan beberapa wilayah oleh kalangan Salibis ini, tak dipungkiri oleh Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai PDS Sabar Martin Sirait. Kepada Sabili ia menuturkan, "Semua parpol ingin duduk di eksekutif. Kita ada di Poso, kita yang memenangkan beberapa bupati di sana. Di Jakarta kita yang pertama mendukung Foke (Fauzi Bowo, red). Kita yang pertama mendeklarasikan mendukung Foke. Yang lain bersama-sama menyusul. Karena kader-kader kita banyak yang mampu, ada di beberapa daerah kader kita yang turun."

Untuk itu, PDS juga membuka diri untuk berkoalisi dengan siapa pun. "Kalau ada yang sejalan dengan kita, ya kita bisa kerja sama," imbuhnya. Bahkan, PDS pun siap mengajukan diri sebagai presiden atau wakil presiden. "Saya kira sangat wajar kalau PDS mengajukan diri menjadi presiden atau wakil. Itu kan hak warga negara yang dilindungi UU. Yang penting kita membangun demokrasi dimana setiap warga negara memiliki hak yang sama. Bukan karena primordialisme," ujar Sabar Martin Sirait.

Kalau di beberapa daerah mereka berhasil memecah suara umat Islam dan menyatukan pilihannya pada satu calon, maka tak mustahil strategi itu akan mereka terapkan dalam pentas nasional. Kursi Presiden pun terancam direbut Salibis kalau umat Islam masih senang berpecah dan tidak waspada.

Hepi Andi Bastoni
Laporan: Faris Khoirul Anam dan Diyah Kusumawardhani

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger